My Suicide Note.
I saw a video in internet, about people who had close relatives or friends died to suicide. If you want, you can watch it yourself in here or here. Watching their responses, I decided to share a bit about the life I’ve been trough, especially when there was an idea, roaming in my mind, that I need to end my life.
“Hai. Lagi sibuk ga?”, kataku.
Sebuah pertanyaan sederhana yang sering kali aku ucapkan ketika sedang membutuhkan bantuan seseorang. Bantuan yang sangat beragam. Mulai dari bantuan mengerjakan tugas, memenuhi kewajiban organisasi, bahkan sampai bantuan untuk mempertahankan hidupku.
Ya. Kalian tidak salah. Aku butuh bantuan untuk mempertahankan hidupku. Bukan alat pendukung kehidupan(Life Support) seperti untuk mereka yang sedang sakit, melainkan sebuah alasan untuk membuatku tetap bernafas.
Aku tidak pernah membayangkan akan berada pada sebuah keadaan yang sangat membuatku putus asa dan tidak memiliki tujuan untuk hidup. Hal yang tiba-tiba menghantamku dari berbagai arah, membuatku sangat terdesak dan tidak bisa bernafas lega. Ketika itu, tiba-tiba jutaan pemikiran muncul di otakku. “Sampah lu, gini aja gabisa”, “Kok sekarang lu goblok sih”, “Tugas gaada yang selesai, dasar beban angkatan” adalah tiga dari jutaan pemikiranku saat itu.
Jujur saja. Berkuliah di kampus terbaik di negeri ini tidak lah mudah. Banyak sekali hal yang bisa dengan mudah dilakukan di luar sana, tapi tidak disini. Jutaan pengorbanan harus dilakukan, demi mendapatkan apa yang diinginkan. Sayangnya, tidak semua orang bisa mengorbankan berbagai hal untuk menggapai keinginannya.
Aku bertahan dalam setiap pemikiran yang selalu membawaku kedalam lembah gelap. Aku bertahan dalam segala permasalahan yang selalu datang silih berganti. Aku bertahan dalam kesendirian karena enggan merepotkan orang lain dengan ceritaku yang sering kali dinilai biasa saja dan sering mereka alami.
Aku bertahan dan terus bertahan, sampai di satu keadaan aku tidak bisa berdiri lagi, dan aku berhenti. Aku menangis dalam diam, aku memohon bantuan, dan mengais-ngais perhatian orang lain untuk mengerti sekalipun topeng bahwa aku baik-baik saja selalu kutampilkan setiap saat. Tapi sepertinya mereka semua tidak punya waktu untuk mengurus orang lain, atau setidaknya mereka tidak mengerti keadaan orang lain. Dan pada akhirnya aku kembali terdiam dalam kegelapan.
“Tapi aku masih punya 1 orang yang bisa aku percaya”, pikirku. Kucoba hubungi dia. Ingin rasanya kuceritakan semuanya. Ingin rasanya ku limpahkan sebagian beban yang membelengguku selama ini. Ingin rasanya kuberbagi sebagian kisah hidupku.
“Eh. Lagi sibuk nggak? Hehehehe”
“Ini ngerjain tugas aja sih. Kenapa?”
“Oh yaudah. Gapapa. Lanjutin aja nugasnya. Hehehehe”
“Oh okedeh”
Sudah. Sudah kucoba untuk bertahan. Sudah kucoba untuk memberikan kesempatan kedua. Tapi nampaknya memang tidak bisa aku berharap.
Entah apa yang merasukiku. Dalam kesendirian dan kebingungan ini aku selalu terdiam. Kesendirian yang sering kali menyerang tidak kenal tempat dan waktu, bahkan di perjalanan pulang aku menangis karena lelah dengan semua ini.
Hidup hanyalah penderitaan yang tidak pernah berakhir.
Sebuah kalimat yang tiba-tiba terbesit di benakku. Lalu pikirku, “Baik. Kusudahi saja hidup ini. Aku hanya ingin semua penderitaan ini berakhir.”
Aku mempersiapkan kepergianku. Aku menuliskan sebuah surat yang berisikan alasanku ingin bunuh diri. Dengan segenap air mata kutuliskan semua itu. Serta sebuah penghiburan kepada keluargaku untuk merelakan kepergianku.
Seketika terlintas di benakku, “Yakin mau mati? Kalau kamu mati sekarang, lalu apa yang kamu tinggalkan? Malu?” dan “Bayangkan bagaimana perasaan orang-orang di sekitarmu yang merasa sangat bersalah karena mereka bisa membantumu untuk hidup tapi mereka tidak lakukan”.
Seketika aku tersadar dan membuang catatan bunuh diri itu, serta menjauhkan semua alat yang ingin kugunakan untuk bunuh diri. Aku menangis dalam kesendirian itu, berharap semua ini akan segera berlalu.
Itu adalah 2 alasan aku bertahan hidup sampai sekarang. Perasaan bersalah dan takut akan kematian.
Alasanku untuk bunuh diri adalah untuk lepas dari semua penderitaan ini. Tapi dengan bunuh diri, aku sadar bahwa aku menaruh rasa bersalah itu pada orang lain. Aku sadar, bahwa bunuh diri adalah sebuah langkah yang sangat egois, memindahkan beban persoalan ke orang-orang di sekitarmu.
Bayangkan kamu bangun bagi, dengan 32 pemberitahuan panggilan tidak terjawab dan sebuah pesan bahwa orang yang memanggilmu sudah bunuh diri. Bayangkan bagaimana beban yang telah diberikan kepadamu, mengetahui bahwa kamu bisa membuat orang lain bernafas pagi ini, tapi tidak kamu lakukan.
Selain itu, aku masih takut mati. Hal ini merupakan hal mendasar yang membuatku masih bernafas sampai sekarang. Aku tidak ingin mengakhiri hidupku dengan bunuh diri. Lebih baik aku kecelakaan dan meninggal daripada mengakhiri hidupku dengan bunuh diri.
By this article, I just want to warn people about suicide. It is real, and the victim may lives next to you, or even yourself.
If you are having suicidal thoughts, please kindly contact the persons you love or trust. If they don’t have time for you, please hang on a second, and contact me. I hope you don’t commit suicide too soon.
If you don’t have any suicidal thoughts, please pay so many attention to those around you. You might not notice them at first, but if you pay attention to detail, they actually craving for help. They just shy or even don’t want to be so obvious. Just like me.
I was craving for help, begged for help. But seems like nobody was aware of that. Luckily I didn’t commit suicide. But unfortunately there are so many people who had no other choice than to surrender(suicide).
“Some of you cared, but none of you cared enough. So neither did I.” — Hannah Baker(a suicide victim), 13 Reasons Why
You know what? It hurts just by remembering that moment. I just can’t bear the pain anymore. I don’t wanna die today. But if one day I end my own life by suicide, don’t blame yourself. It’s me, my fault, and my decision. I’m sorry.